Minggu, 25 Oktober 2009

Menunggu Isyarat

Dialah bintang berkelebat,
yang hadir sehari sebelum Bapak Bani Izrail dibakar raja Namrud.
yang bersinar terang terpendar
setelah itu hilang di balik kelam malam.

Dialah bintang berekor,
yang membuat lelaki Shalih bernama Noah gelisah
sebelum membuat bahtera untuk menyelamatkan makhluk beriman
dalam banjir bandang di tengah ladang kerontang

Dialah bintang jatuh,
yang tersungkur sebelum Musa membelah laut merah
dan menenggelamkan 'tangan besi' Fir'aun

Dia, selalu datang sebagai pertanda.
Penanda kehidupan harus berubah.
perubahan yang datang setelah penderitaan yang panjang

Aku menunggunya,
di sela gelisah tanpa jeda saat malam semakin pekat
Menjemput fajar, menyingsing pagi bersama matahari.

Aku menunggunya,
diantara kemarau disertai bara dan pekat asap yang membutakan pandang kami,
diantara semburan air beracun yang menggusur rumah kami,
diantara tangis kemarau yang merusak tanaman kami,
diantara geliatan bumi yang meluluh lantakkan kehidupan kami.

Tapi dia belum datang.

Tuhan, Namrud di sini, Fir'aun kembali,
sambil tersenyum, sedang melanggengkan kekuasaan tanpa ingat jujur
sambil tertawa, sedang membuatkan kuburan bagi jelata di kubangan lumpur
berpura-pura menahan lapar tanpa peduli kelaparan terus menggempur

Aku hanya menginginkan pertanda itu datang,
lewat revolusi dan demokrasi.

Tidak ada komentar: